Panglima TNI dan Kapolri Beda Pandangan Soal Makar, Bagaimana Sikap Kita?
Dan dengan tegas pula ketika tampil di Kompas TV, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menyatakan merasa tersinggung jika ada yang mengatakan Aksi Bela Islam disebut sebagai upaya makar. Sementara disisi berbeda, meskipun sama-sama memiliki senjata dan infrastruktur intelejen, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian justru menyatakan sebaliknya.
Dengan adanya perbedaan pandangan antara Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian terkait Aksi Bela Islam, maka sangat wajar jika publik pun bertanya-tanya, ada apa sebenarnya antara Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian?
Semua berawal dari sentimen Al-Maidah yang diledakkan Ahok
Seandainya Ahok fokus pada pekerjaannya sebagai gubernur dan tidak menyinggung kitab suci agama umat Islam dalam kunjungannya di Kepulauan Seribu pastinya kita tidak akan pernah melihat perbedaan yang tajam antara Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian. Tapi semuanya sudah terjadi. Nasi telah menjadi bubur.
Gara-gara mulut brutalnya, Ahok harus rela didemo berjilid-jilid untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dan dari sinilah perbedaan yang tajam antara Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dimulai. Ketika awal-awal kasus Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian terkesan keberpihakannya dalam membela Ahok. Berbagai pernyataan yang terkesan membela Ahok selalu viral. Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian berkali-kali menyatakan secara terbuka bahwa Ahok tidak bermaksud menistakan agama atau menghina ulama dalam pernyataannya di Kepulauan Seribu. Wajar karena sikapnya yang terkesan membela Ahok,
netizen menyebut Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian sebagai jubir Ahok. Meskipun Tito akhirnya menetapkan Ahok sebagai TSK, tapi kesan bahwa Tito membela Ahok sulit untuk dihapuskan. Sikap berbeda ditunjukkan oleh Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo. Sejak bergulirnya kasus Ahok, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo selalu netral, berdiri ditengah-tengah. Karena kenetralannya statemen Panglima TNI menjadi viral di media sosial dan disukai kalangan muslim. Salah satunya ketika Panglima dengan cerdik mengelak dari jebakan pertanyaan yang disodorkan Najwa Shihab dalam acara Mata Najwa, terkait skala pengamanan yang dipakai TNI untuk menghadapi Aksi Bela Islam II, 4 November 2016 (4-11).
Menurut Panglima, mereka yang turun ke jalan adalah saudara-saudara kita juga, yang selama ini tidak mendapat tempat untuk mengungkapkan aspirasinya. Mendapatkan jawaban cerdas dari Panglima, Najwa pun mati kutu. Pernyataan Panglima TNI kembali viral ketika menyatakan, "Saya lebih baik jadi tumbal untuk melaksanakan tugas Kebhinneka Tunggal Ikaan, daripada saya jadi presiden". Janji kesetiaan Gatot pada NKRI dan Bhineka Tunggal Ika pun diappresiasi oleh Presiden Jokowi dengan garansi tidak akan ada pergantian Panglima TNI. Padahal banyak Ahoker yang memaksa Presiden Jokowi untuk mencopot Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo. Tak bisa dipungkiri, sikap tegas dan netral Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dalam kasus Ahok membuat banyak umat Islam yang mulai jatuh hati.
Ucapan-ucapan Panglima TNI yang netral cukup menyejukkan umat Islam di tengah terpaan hujatan karena Aksi Bela Islam dicurigai sebagai makar untuk mendongkel Jokowi dari istana. Panglima TNI tetap mempersilahkan Aksi Bela Islam digelar sepanjang dilakukan dengan damai. Sikap Panglima TNI berbeda dengan sikap Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Dengan tegas Tito, melarang aksi Bela Islam karena kasus Ahok sudah diproses secara hukum. Tito bahkan “mengancam” akan menindak tegas para pendemo karena dinilai merugikan kepentingan umum. Bahkan Tito menengarai demo 411 maupun 212 sudah tidak murni terkait Ahok tetapi sudah mengarah pada tindakan makar. Banyak aktivis pergerakan yang ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Meskipun sudah 6 bulan para aktivis pergerakan yang ditangkap dan ditetapkan sebagai TSK makar tapi hingga kini tidak juga diadili. Mungkin karena tidak juga diadili, banyak yang menyebut bahwa tuduhan makar hanyalah HOAX alias fitnah untuk menakut-nakuti umat Islam. Dalam wawancara di Kompas TV, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo meyakini upaya makar tidak akan mungkin dilakukan umat Islam untuk menjatuhkan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kata Gatot, adanya kabar soal upaya makar dalam Aksi Bela Islam adalah berita bohong atau hoaks untuk menakuti rakyat Indonesia.
Akibat pernyataannya yang menyebut isu makar adalah hoax, Direktur Setara Institute, Hendardi minta agar Jokowi segera mencopot Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo. Perang terbuka antara Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo yang menyatakan tidak ada makar dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian yang menyatakan ada makar pun sudah melebar ke skala internasional. Seperti diketahui, kini tuduhan makar yang dialamatkan kepada Sri Bintang Pamungkas, Kivlan Zein, Rahmawati Soekarno, Ratna Sarumpaet dan Ahmad Dani Prasetyo telah ditangani oleh Pengadilan Internasional (ICC) di Jenewa, Swiss. Dibawanya kasus tuduhan makar ke pengadilan internasional karena menurut Sri Bintang Pamungkas, Kivlan Zein, Rahmawati Soekarno, Ratna Sarumpaet dan Ahmad Dani Prasetyo sangat sulit mencari keadilan di Indonesia.
Biarlah pengadilan internasional di Jenewa Swiss yang memutuskan. POLRI sendiri merasa keberatan dengan tindakan Sri Bintang Pamungkas, Kivlan Zein, Rahmawati Soekarno, Ratna Sarumpaet dan Ahmad Dani Prasetyo yang membawa kasus makar ke pengadilan internasional di Jenewa Swiss. POLRI meminta kepada para TSK makar agar menggunakan pengadilan di Indonesia saja karena pengadilan internasional biasanya untuk mengangani kasus-kasus pelanggaran HAM. Hal yang wajar jika POLRI keberatan karena memang yang dilaporkan ke pengadilan internasional adalah Kapolri Tito Karnavian dan Kapolda Metro Jaya M. Iriawan. Perang bintang pemilik senjata dan intelejen sepertinya belum akan berakhir. Semuanya sangat tergantung pada vonis Ahok. Jika ada keadilan dalam vonis Ahok maka perang bintang pun bisa selesai,
tapi jika tidak ada keadilan maka perang bintang pun masih akan berkepanjangan. Silakan anda memilih mau di pihak baju coklat atau loreng. Pilihan ada pada diri anda sendiri.
Sumber Kompasiana 07 Mei 2017 16:41:51 Diperbarui: 07 Mei 2017
Posting Komentar