Setahun terakhir ini terjadi peningkatan tensi politik yang membuat masyarakat 'medsos' terjebak saling MENGOLOK. Situasi ini dipicu oleh seorang 'cagub' yang sangat provokatif dan 'bermulut kotor'. Syukur alhamdulillah orang tersebut kalah dan dipenjarakan akibat menista agama. Sayangnya suasana kebencian dan permusuhan terus membara dari para pendukungnya. Hal ini perlu diwaspadai dan dijadikan pelajaran politik bagi bangsa Indonesia.
Ilustrasi, Sumber Gambar : PortalSemarang.Com |
Mengapa mereka menggunakan strategi 'mengolok' dan memutar balikkan logika? Inilah yang perlu dipahami untuk mengetahui tahu cara menghadapi mereka.
Dalam konteks memilih pemimpin mereka menggunakan demokrasi untuk merebut kekuasaan. Mereka mencari tokoh populer yang simpatik kemudian dipoles sedemikian rupa sehingga nampak sempurna dan mempesona.
Kemudian mereka menyerang calon pemimpin lain dengan mempublikasikan keburukan atau aibnya. Bila perlu mereka akan mencari-cari kelemahan atau kesalahan calon pemimpin lain sekecil apapun untuk dipersoalkan. Mereka juga mencari-cari tindakan atau kata-kata calon pemimpin lain yang bisa disalah artikan. Apapun mereka lakukan untuk menjatuhkan citra calon pemimpin lain yang mereka anggap lawan.
Mereka juga menggunakan peneliti, pengamat, konsultan, LSM atau lembaga survei untuk mendongkrak popularitas calon pemimpin mereka dan menjatuhkan citra calon pemimpin lawan. Mereka menggunakan argumentasi yang 'seakan-akan' logis, padahal penuh kebohongan dan tipuan. Maka bagi orang awam, ucapan mereka dianggap benar. Tetapi bagi orang yang bersih hatinya, ucapan mereka terlihat penuh fitnah dan hasutan.
Rakyat Indonesia (terutama umat Islam) telah cukup belajar dari tipu daya mereka. Pilkada serentak 2017 telah membuktikan bahwa rakyat sudah bisa mengetahui siapa calon pemimpin yang layak untuk dipilih. Berbagai propaganda, kampanye, politik uang dan kebohongan media tak lagi bisa menipu rakyat. Pilkada yang paling fenomenal adalah Pilgub DKI yang menyedot perhatian seluruh rakyat Indonesia bahkan dunia.
Kekuatan media massa, koran, majalah, televisi, internet dan media sosial lainnya telah mereka kuasai dengan tujuan menggalang opini masyarakat agar memihak mereka. Mereka berhasil mendapat simpati dari orang-orang yang sehati dan mendapat perlawanan sengit dari rakyat yang bersih hatinya. Mereka tidak segan segan merangkul tokoh Islam konservatif untuk melunakkan hati umat Islam. Sayang mereka gagal dan si tokoh pun terpuruk dalam kemunafikan.
Tokoh tokoh muslim bereaksi dan bersatu menggalang persatuan umat. Hasilnya mencengangkan dan membuat semua mata terbelalak menyaksikan betapa umat Islam bersatu padu berkumpul dalam shalat jumat di lapangan dan jalan terbesar di dunia. Mereka marah dan memaksa aparat mengkriminalisasi para tokoh Islam yang menggerakkan umat tersebut. Tindakan tersebut justru memperjelas keberpihakan aparat ke kelompok yang memusuhi umat Islam. Maka makin mudah lah langkah umat Islam untuk bangkit menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman keserakahan mereka.
Yang menarik adalah sikap Panglima yang mendukung dan membela umat Islam. Dengan sangat jelas dan tegas beliau berkata 'yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia adalah para Kiai dan umat Islam'. 'Tentara lahir dari rakyat untuk rakyat'. Mereka (para pengolok) bingung, mereka tak berani mengolok atau memuji panglima. Mereka juga ketakutan apabila Panglima mencalonkan diri sebagai calon presiden. Panglima berencana membuat acara DOA UNTUK BANGSA yang akan dilaksanakan serentak seluruh Indonesia pada tanggal 17 Agustus 2017 pukul 17.00. Semoga mereka tidak mengganggu acara yang penting Persatuan Indonesia.
Maka umat Islam harus terus waspada serta menjaga persaudaraan sesama muslim dan persaudaraan sebangsa. Tak usah risau dengan olokan mereka. Biarkan mereka merkoar-koar sampai kelelahan. Tingkatkan kegiatan pengajian, diskusi agama dan ibadah lainnya. Cukuplah dengan anjuran PILIH PEMIMPIN YANG BERIMAN DAN BERTAKWA yang dicalonkan oleh para tokoh agama, para ulama dan semua umat Islam.
Saatnya Indonesia Bangkit lepas dari penjajahan terselubung.
Oleh dr. H Minanurrahman