![]() |
Ilustrasi kegiatan DPRD NTB.(Suara NTB/dok) |
Kritik soal biaya perjalanan dinas, bukan kali ini saja. Pada 2019 lalu, aksi penolakan dan kritik dari mahasiswa, LSM dan masyarakat tak mempan. Dewan tetap merealisasikan perjalanan dinas ke luar negeri menghabiskan anggaran Rp3 miliar.
Tahun 2020, pada pos yang sama kembali dianggarkan sebesar Rp3 miliar. Bahkan total nilai anggaran perjalanan dinas seluruhnya mencapai Rp27 miliar. “Kita pernah kritik habis habisan soal perjalanan dinas fantastis, tapi toh dianggarkan lagi,” sesal Sekjen Fitra NTB, Ramli Ernanda.
Diyakininya, Dewan akan dihujani kritik oleh masyarakat, karena rasa empatinya semakin hilang di tengah situasi masyarakat yang semakin sulit.
Ia mencontohkan, tahun 2019 lalu, masyarakat sudah menyuarakan penolakan biaya jalan-jalan seluruh pimpinan dan anggota DPRD NTB ke Eropa dan Australia. Dinilai tidak patut karena masih banyak prioritas daerah yang butuh pembiayaan.
“Dengan dialokasikannya lagi anggaran itu, berarti ini namanya pemborosan,” tegasnya.
Alasan penilaian pemborosan, sebab anggota DPRD NTB tidak pernah mampu terjemahkan alasan perjalanan dinas yang mengatasnamakan kepentingan masyarakat. Justru masyarakat tidak melihat relevansi dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan penanganan bencana di daerah.
Lebih-lebih, kata Ramli, akuntabilitasnya ke publik terkait perjalanan itu tidak jelas. Diperkirakan, pada anggaran Rp27 miliar ini, situasinya akan sama.
“Lalu, bagaimana masyarakat NTB percaya dengan kegiatan perjalanan dinas mereka? Ini namanya pemborosan. Buang-buang uang rakyat untuk kepentingan yang tidak jelas,” tegasnya.
Sejak awal, mereka mengaku melihat ada kejanggalan dalam perencanaan anggaran Sekretariat DPRD NTB Tahun 2020. Anggaran kendaraan dinas Rp2,6 miliar dan rehab rumah jabatan pimpinan DPRD senilai Rp4 miliar. Dua alokasi ini tiba-tiba muncul dalam APBD.
“Padahal dua mata anggaran ini (diduga) tidak tertera dalam KUA-PPAS maupun RAPBD 2020, bahkan Renstra Setwan,” tegasnya.
Pimpinan DPRD NTB diminta harus bertanggung jawab dan memberikan klarifikasi ke publik. Demi menghindari keberpihakan pada kepentingan segelintir orang namun merugikan kepentingan masyarakat lebih luas.
Ramli sepakat dengan BK DPRD NTB dan Komisi I untuk segera mereview kembali DPA Setwan dan melakukan rasionalisasi. Hasil rasionalisasi, anggaran yang tidak perlu tersebut dipakai untuk membiayai program yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat.
“Misalnya dialihkan untuk tambahan honor gaji 7.200 guru tidak tetap di SMA/SMK atau SLB di NTB. Akan lebih bermanfaat untuk peningkatan kualitas pendidikan di NTB,” pungkasnya.
www.liputanntb.id - Joni irawan
sumber : suarantb.com