liputanntb.id, Mataram -- Sekretaris Daerah Provinsi NTB Drs. H. Lalu Gita Ariadi menyatakan bahwa kasus penularan Covid 19 saat ini banyak didominasi oleh kluster lokal dan tingginya jumlah kelompok rentan dengan penyakit bawaan (comorbid).
Menurutnya, mayoritas masyarakat yang terpapar karena terlambat memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan terdekat. Untuk itu, pelacakan secara masif menjadi senjata utama jika ingin cepat keluar dari pandemi Covid-19.
“Semua orang harus sadar untuk mau di rapid atau di swab test" kata Sekda pada rapat evaluasi penanganan Covid 19 di halaman Setda NTB, Senin (21/09).
Miq Gita panggilan akrab Sekda ini menambahkan, masih tingginya jumlah Orang Tanpa Gejala (OTG) dari kluster lokal juga dibarengi dengan penolakan rapid test maupun swab test. Faktor lain adalah ketidakdisiplinan terduga Covid 19 yang melakukan isolasi mandiri.
Dikatakan, selama ini pola pelacakan (melalui screening dan tracing) lebih banyak dilakukan di rumah sakit rujukan maupun rumah sakit darurat. Meski saat ini, kemampuan test sudah pula dilakukan sampai di tingkat Puskesmas. Namun demikian, angka kematian tinggi Covid 19 yang didominasi kelompok rentan yakni lansia dengan comorbid maupun tidak, ibu hamil dan anak, balita lebih banyak datang ke rumah sakit dalam kondisi parah.
“Oleh sebab itu, penjaringan (screening) lebih awal di masyarakat menentukan seberapa maksimal penanganan, perawatan bahkan pencegahan yang dapat dilakukan dalam penanggulangan pandemi Covid 19" himbau Miq Gite
Selain itu, Sekda juga menegaskan bahwa Satgas Covid 19 propinsi akan serius memperhatikan agenda Pilkada penetapan calon yang akan berlangsung Rabu (24/09), dengan menyiapkan Satgas Covid 19 di tingkat RT sesuai surat edaran Menteri Dalam Negeri.
Pada kesempatan yang sama Kepala Dinas Kesehatan, dr. Nurhandini Eka Dewi, M.Pa menjelaskan, sampai dengan minggu ketiga September, kasus positif keseluruhan di NTB berjumlah 3.123 orang dengan rincian, 2.444 orang sembuh (78,5 persen), kematian 185 orang (5,9 persen).
Merujuk pada data nasional, penularan Covid-19 di NTB termasuk tinggi secara nasional dalam angka kematian dan attack rate. Dari 70 klaster penularan di NTB, Sembilan terbesar penularan melalui transmisi lokal sejumlah 2.143 kasus, tenaga Kesehatan 460 kasus, Gowa 265 kasus. Lainnya ada klaster perjalanan luar provinsi, pondok pesantren, diklat (ASN/ POlri), Lapas, Pasar dan Perkantoran sebanyak 123 kasus serta kasus tanpa klaster sebanyak 1.939 kasus.
“Dari 780 anak yang dirawat sebagai kelompok beresiko tinggi, 290 positif dan lima orang meninggal. Ibu hamil yang reaktif sebanyak 468 orang dengan 67 kasus positif dan tiga orang meninggal sedangkan comorbid lansia seluruhnya berjumlah 23.000 orang,” ujar mantan Kepala Dinas Kesehatan Lombok Tengah ini.
Kadikes yang biasa dipanggil dr. Eka ini menambahkan, saat ini pola screening sudah berbasis Puskesmas dan by name by address. Pemahaman konsekuensi screening di Puskesmas ini yang harus Kembali diberikan agar orang mau di tes. Cara untuk menekan angka kematian seperti disebut Gubernur adalah dengan menemukan pasien lebih awal agar penanganannya maksimal jika kemudian dari tes swab yang comorbid ini juga positif Covid 19.
Selain itu, Kepala Satuan (Kasat) Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) Provinsi NTB Drs. Tribudi Prayitno, M.Si menjelaskan, bahwa sebelum penerapan Perda nomor 7 tahun 2020 tentang Penanggulangan Penyakit Menular, pihaknya bersama TNI/Polri dan Satopl PP Kabupaten/Kota terus mengedukasi masyarakat untuk disiplin mengikuti protokol Covid.
"Kami lebih mengedepankan pendekatan humanis," kata Mas Yiyit sapaan akrabnya.
Hanya saja, kata Kasat, setelah Perda nomor 7 ini di undangkan, upaya dan tindakan penegakan disiplin bersama tiga pilar yaitu TNI/Polri lebih intens dilakukan, bahkan koordinasi dengan Pemda di 10 Kabupaten/Kota untuk mencapai hasil yang maksimal.
"Disamping penegakan disiplin, kamipun tegas memberikan sangsi dan denda," kata Yiyit.
Kasat juga menambahkan, ada hal yang menarik, semakin gencar dilakukan operasi penegakan Perda ini, semakin banyak pelanggaran. Buktinya sejak tanggal 14 September lalu hingga tanggal 21 September, terjadi sebanyak 1.923 pelanggar di 10 Kabupaten/Kota.
Ditambahkannya, dari jumlah pelanggaran tersebut ada 525 yang di denda dan sisanya diberikan sangsi sosial. Mirisnya lagi, kata Kasat Pol PP ini, sebanyak 40 orang PNS terjaring tidak menggunakan masker. "Catatan kami setiap hari ada 300 pelanggaran yang terjadi setiap hari," tutupnya. (jm/edy/her diskominfotik_NTB)