Dwi Prastyo
Dwi Prastyo
Online
Halo 👋
Ada yang bisa dibantu?

Miris, Anggaran Pengadaan Buku Tahun 2022 Hanya Rp 50 Juta

PAMERAN BUKU: Sejumlah pengunjung melihat buku-buku dalam pameran buku, di Sarasehan Pegiat Literasi untuk Peringatan Hari Aksara Internasional 2022, di DPK NTB, Minggu (11/9). (Yuyun/Lombok Post)

LIPUTANNTB.CO.ID - MATARAM–Ketua Forum Relawan Literasi NTB Yuyun Setiawati mengaku miris, anggaran pengadaan buku bacaan hanya Rp 50 juta saja tahun ini. ”Menurut saya ini ironis sekaligus lucu,” terangnya.


”Kalau kita turun ke pelosok, anak-anak di sana menganggap bahwa buku adalah barang yang mewah, karena jarang dilihat, jarang ditemukan, beda halnya dengan yang ada di kota,” tegasnya.


Campur tangan pemerintah, dalam hal peningkatan literasi masyarakat dinilai sangat minim. Sinergitas pemerintah dengan relawan literasi bisa menjadi salah satu solusi. ”Mereka ujung tombak bagaimana mengggerakkan literasi, yang memang langsung bersentuhan dengan masyarakat,” tandasnya.


Hal yang sama juga disampaikan Ketua Konsorsium NTB Membaca Lalu Sirajul Hadi, saat Sarasehan Pegiat Literasi, di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) NTB, Minggu (11/9).


Literasi seharusnya selain menjadi atensi, juga menjadi program yang diprioritaskan. Hal ini penting untuk mengikis anggapan, bahwa literasi, aksara, minat baca, hingga kualitas dan kuantitas buku tidak terlalu penting. ”Sering kami temukan di lapangan, hal-hal yang berkaitan dengan itu,” terangnya.


Bagaimana pun, pendidikan yang lebih khusus lagi adalah literasi, tentu sangat krusial bagi masa depan. Pihaknya berharap pemerintah tak lepas tangan. ”Bagaimana meningkatkan kualitas SDM di masa depan, jawabannya adalah salah satunya literasi sebagai pondasi yang harus diseriusi,” jelas pria bergelar doktor ini.


Ia juga menyoroti minimnya dukungan pemerintah dari segi anggaran. Sebab program peningkatan minat baca, bukan hanya berkaitan dengan pembangunan perpustakaan atau kegiatan fisiknya lainnya. Melainkan dengan mengalokasikan anggaran, perhatian terhadap pengadaan buku lebih intensif, ditambah lagi penyusunan program penguatan bagi para pegiat literasi. ”Anggaran bisa dialokasikan, mulai dari tingkat pemprov, pemkab dan pemkot, sampai dengan pemerintah desa melalui ADD (Anggaran Dana Desa, Red),” kata Sirajul.


Keberpihakan alokasi ADD dirasa sangat penting. Ini terkait pengembangan kualitas perpustakaan desa, pengadaan buku, pengembangan literasi desa. ”Jangan semuanya digunakan untuk pembangunan fisik, penting tetapi jangan sepenuhnya, bisa juga digunakan untuk literasi ini,” jelasnya.


Pemerintah harus memanfaatkan eksistensi relawan literasi. Apa yang menjadi tugas mereka juga harus dipahami. ”Diajak ketemu, diajak diskusi, dialog, apalagi dengan memberikan semacam bantuan stimulus yang mendukung tugas mereka sebagai relawan,” terang dia.


Bisa juga dengan pengadaan buku. Hal inilah yang bisa didistribusikan oleh relawan literasi ke desa atau wilayah yang sulit terjangkau. Hal ini setidaknya mengurangi beban relawan literasi, kala berkunjung ke pelosok. ”Mereka pasti ditanya mana bukunya, mana buku yang lain. Komunitas ini kan tak punya dana untuk mengadakan buku, karena statusnya sebagai relawan,” terangnya.


Begitu juga dana pokok pikiran (pokir) anggota dewan. Kepala MAN 1 Mataram ini menyarankan, sebagian kecil dana tersebut dialokasikan untuk peningkatan literasi konstituennya. (yun/r9) sumber : lombokpost.jawapos

Berbagi

Posting Komentar