Majelis hakim yang dipimpin I Ketut Somanasa menjatuhkan vonis tersebut dalam sidang putusan perkara terdakwa Putri Munira sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam penyaluran dana kredit usaha rakyat (KUR) tahun 2021 untuk petani yang berasal dari salah satu bank konvensional milik negara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram, Selasa.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Putri Munira dengan hukuman selama tujuh tahun penjara," kata I Ketut Somanasa.
Selain pidana hukuman, hakim menjatuhkan denda sebesar Rp300 juta subsider satu bulan kurungan pengganti.
Hakim turut membebankan terdakwa membayar uang pengganti kerugian keuangan negara senilai Rp3,1 miliar subsider 3 tahun 6 bulan penjara.
Hakim dalam putusan juga memerintahkan agar barang bukti sitaan dalam perkara tersebut berupa dua sertifikat hak milik (SHM) lahan dengan luas total 120 are di Kecamatan Moyo Hulu dirampas untuk negara.
Hakim menyampaikan putusan tersebut dengan menyatakan perbuatan terdakwa sebagai bendahara Bumdes Sahabat Semamung terbukti melanggar dakwaan primer penuntut umum.
Dakwaan tersebut berkaitan dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
"Jadi, yang berbeda dengan tuntutan jaksa ini hanya soal denda. Kalau jaksa menuntut denda Rp200 juta subsider 1 tahun kurungan pengganti," ujarnya.
Penyaluran dana KUR untuk para petani yang berada di Kecamatan Moyo Hulu ini masuk ke meja persidangan berawal dari adanya temuan pihak bank yang melakukan penagihan pembayaran cicilan kredit.
Terungkap penyaluran dana KUR tidak sesuai prosedur. Dana dicairkan melalui BUMDes Sahabat Semamung. Jumlah yang dicairkan Rp3,1 miliar untuk 59 petani di tiga desa wilayah Kecamatan Moyo Hulu.
Pengajuan dana KUR melalui BUMDes tersebut terungkap dalam persidangan sebagai inisiasi dari bendahara yang mengajukan pinjaman Rp50 juta per petani.
Dari fakta persidangan terungkap setiap petani tidak menerima pinjaman Rp50 juta sesuai pengajuan awal. Melainkan, para petani hanya menerima Rp5 juta per orang sehingga muncul kerugian keuangan negara senilai Rp3,1 miliar. source antara
Joni Irawan