Joni rawan, S.Pd., M.Si
Joni rawan, S.Pd., M.Si
Online
Halo 👋
Ada yang bisa dibantu?

Selamat Malikelis Kabupaten Sumbawa ke-66, Samawa Sabalong Samalewa

LIPUTAN NTB -- Setiap tanggal 22 Januari, masyarakat Tana Intan Bulaeng merayakan hari lahir Kabupaten Sumbawa dengan penuh semangat dan suka cita. Perayaan ini tidak hanya menjadi momen refleksi perjalanan daerah, tetapi juga ajang untuk menampilkan kekayaan budaya yang dimiliki oleh Sumbawa.  

Berbagai instansi pemerintah dan lembaga pendidikan, mulai dari SD, SMP, SMA, hingga masyarakat umum, turut berpartisipasi memeriahkan perayaan melalui karnaval budaya.

Pemandangan meriah terpancar di sepanjang jalan kota, di mana ribuan orang tumpah ruah menyaksikan penampilan peserta yang beragam. Bahkan ketika hujan turun membasahi arena, semangat masyarakat tetap tak tergoyahkan.

Mereka menikmati setiap momen, menyaksikan para peserta yang tampil anggun dalam balutan pakaian adat Sumbawa. Tidak hanya masyarakat lokal, beberapa wisatawan mancanegara terlihat ikut berbaur, mengabadikan momen melalui kamera mereka, seolah menjadi saksi hidup kekayaan budaya yang luar biasa ini.  

Baca Juga:
Rayakan HUT Ke-12: STKIP Paracendekia NW Sumbawa Antarkan Tiga Dosen Terbaiknya Menempuh Pendidikan S3 di Tiga Negara Berbeda

Sebagai masyarakat asli Sumbawa, perayaan ini adalah kebanggaan. Melihat budaya dan adat Sumbawa semakin dikenal, baik di tingkat nasional maupun internasional, memberikan harapan baru bahwa Sumbawa akan semakin diperhitungkan di mata dunia.  

Namun, di tengah kemeriahan karnaval budaya HUT Kabupaten Sumbawa ke-66, perhatian saya tertuju pada satu elemen penting: Kre Alang, kain khas Sumbawa yang menjadi kebanggaan budaya lokal.

Setiap motif pada Kre Alang seolah-olah bercerita kepada para penonton tentang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Kain ini tidak hanya menjadi hiasan, tetapi juga simbol identitas dan makna mendalam bagi masyarakat Sumbawa.  

Namun, keindahan ini tidak lepas dari aturan tertentu dalam pemakaian. Salah satu aturan utama adalah penempatan alu atau kepala kain, yang menunjukkan status perkawinan pemakainya. Alu yang berada di depan menandakan seseorang masih lajang, sedangkan alu di belakang menunjukkan bahwa pemakainya sudah menikah.  

Sayangnya, dari pengamatan saya, pemahaman mengenai tata cara penggunaan Kre Alang ini masih minim di kalangan masyarakat. Beberapa peserta tampak salah dalam menempatkan alu pada Kre Alang mereka—misalnya, siswa yang memakai alu di belakang atau ibu-ibu yang sudah menikah dengan alu di depan. Hal ini menunjukkan bahwa edukasi terkait Kre Alang masih perlu ditingkatkan.  

Baca Juga:
Diskon Listrik 50% Masih Ada, Ini Batas Maksimal Beli Token Listrik

Sebagai bagian dari Tau Samawa, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan budaya ini dengan baik. Edukasi mengenai tata cara penggunaan Kre Alang yang benar perlu ditingkatkan agar generasi selanjutnya tidak hanya sekadar mengenakan kain ini, tetapi juga memahami makna dan identitas yang terkandung di dalamnya. Setiap motif, setiap lekukan, dan setiap aturan pada Kre Alang adalah bagian dari cerita kita sebagai Tau Samawa.  

Lamen no to pidan ya tu boat,

Lamen no kita ba sai ya boat?

Ma mo tu barema-rema tu galih pengeto tentang Tana Samawa ta, ma bau mares mampis bawa rungan.

Dirgahayu Kabupaten Sumbawa ke-66. Semoga nilai-nilai budaya kita tetap lestari, dikenal dunia, dan terus menjadi inspirasi bagi generasi yang akan datang.  

Salam maras.

Rahmawati, S.Pd., M.Pd.(Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP Paracendekia NW Sumbawa)


Rilis Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP Paracendekia NW Sumbawa
Post by : Joni Irawan 
Tanggal: 21-1-2025 Time : 17.30. wita
Copyright © LIPUTAN NTB 2025



Berbagi

Posting Komentar