Tanggal 21 Februari adalah Hari Peduli Sampah Nasional.
Kepedulian terhadap sampah identik dengan komitmen terhadap kebersihan dan
terkait dengan kesehatan. Bila
lingkungan kita bersih maka kesehatan badanpun akan tercapai.
Kebersihan adalah keadaan bebas dari kotoran termasuk di
antaranya debu, sampah, dan bau.
Kebersihan merupakan tanda dari higienitas yang baik.
Kebersihan diri maupun lingkungan perlu dijaga agar kita selalu sehat, tidak
berbau dan tidak menyebabkan kotoran dan menularkan penyakit kepada orang lain.
Jadi, ada dua aspek kebersihan.
Pertama,
kebersihan diri, meliputi mandi, gosok gigi, mencuci tangan,
dan memakai pakaian yang bersih. Mencuci merupakan salah satu cara menjaga kebersihan menggunakan sejenis air atau sabun
dengan produk kebersihan.
Kedua,
kebersihan lingkungan merupakan keberishan tempat tinggal,
tempat bekerja, meliputi menyapu, mengepel
lantai, mencuci peralatan masak dan makan, membersihkan kamar mandi,
membersihkan pekarangan, jalan, saluran dan selokan serta membuang sampah pada
tempat-tempat yang telah disediakan.
Adapun menurut perspektif Islam, kebersihan meliputi aspek
fisik dan batin serta sebagai bagian dari iman.
Menurut Imam Nawawi (2018), perhatian terhadap kebersihan
adalah bukti kesempurnaan keislaman seseorang. Tubuh kita adalah amanah yang
wajib dijaga kebersihannya sehingga terhindar dari penyakit yang dapat
mengurangi produktivitas kebaikan.
Aspek batin dari kebersihan disebut kesucian. Yang menarik
adalah bahwa di dalam kebersihan secara fisik sejatinya termuat elemen
kesucian. Hal ini terkandung, misalnya, dalam kata ‘mencuci’.
Menurut Prof. Maman Abdurrahman (2013), ‘mencuci’ diambil
dari kata ‘mensucikan’, yang secara lahiriah berarti membuat bersih dan secara
batiniah berarti membuat suci.
Dalam Islam, kebersihan tidak hanya mencakupi diri sendiri,
tetapi juga mencakup lingkungan yang bersih dari kotoran yang merupakan najis
(seperti kencing, kotoran manusia atau binatang, darah).
Elemen kebersihan batin atau kesucian tercermin pada
kewajiban seorang hamba untuk membersihkan atau mensucikan harta bendanya yang
telah memenuhi jumlah tertentu dengan mengeluarkan zakatnya. Singkatnya, Islam
menetapkan kebersihan sebagai salah satu intisari agama.
Banyak pemerintahan di dunia memberikan perhatian serius
terhadap aspek kebersihan. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat selama masa
kepemimpinan Zulkieflimansyah dan Sitti Rohmi Djalilah sebagai gubernur dan
wakil gubernur (2018-2023) telah menggemakan kebijakan zero waste yaitu
bagaimana agar sampah benar-benar ditangani dengan serius sehingga jumlahnya
mencapai titik nol.
Maurilla Imron (zerowaste.id/knowledge) mengemukakan bahwa
zero waste adalah filosofi yang diterapkan sebagai gaya hidup untuk mewujudkan
siklus hidup sumber daya dengan memanfaatkan kembali produk-produk yang ada.
Misalnya, plastik seharusnya tidak hanya
digunakan sekali dan setelah itu dikirim ke tempat pembuangan (landfill), namun
terus digunakan untuk berbagai kebutuhan yang cocok.
Namun, lebih dari itu, zero waste tidak hanya berkaitan
dengan recycle atau daur ulang, namun perlu dimulai dengan 3R, yaitu Refuse,
Reduce, dan Reuse, dan ketika tiga hal ini sudah tidak mungkin, baru masuk ke
tahap Recycle dan Rot.
Bea Johnson sebagaimana diringkas oleh Mathilde Moyell Juul
(2017) menjelaskan kelima istilah di atas sebagai pengejewantahan gaya hidup
zero waste.
[1] Refusing berarti menolak segala sesuatu yang sebenarnya
tidak kita butuhkan. Misalnya, kita tidak perlu mencetak kartu nama (business
card) karena sudah bisa berbagi identitas secara elektronik atau daring.
[2] Reduce artinya menurunkan kebutuhan atau konsumsi kita
kepada hal-hal yang sangat kita perlukan atau gunakan, dan membuatnya
bermanfaat untuk orang lain atau masyarakat, dan memungkinkan adanya pemasaran
barang-barang bekas. Misalnya, ketika mentraktik orang penting untuk makan di
restoran, pesanlah makanan sesuai jumlah yang kira-kira akan habis sehingga
tidak meninggalkan sisa yang harus dibuang. Contoh lain, pakaian-pakaian yang
menumpuk di lemari dan tidak dipakai selama bertahun-tahun sebaiknya disalurkan
sebagai sumbangan atau dijual di toko-toko barang bekas.
[3] Reuse artinya tidak lagi menggunakan sesuatu yang biasa
sekali pakai langsung dibuang dengan sesuatu yang bisa digunakan
berulang-ulang. Misalnya, pergi berbelanja dengan membawa kantong atau tas dari
rumah, mengganti tisu dari kain-kain bekas, minum dengan gelas daripada botol
plastik sekali pakai, dan membeli barang bekas (second hand) bila kita
benar-benar butuh membelinya.
Ketika ketiga hal di atas sudah tidak dapat diterapkan, baru
berlaku tahapan keempat dan kelima. Zero waste itu tidak hanya berhubungan
dengan bagaimana banyaknya kita melakukan [4] Recycle, mendaur ulang, yaitu
mengolah kembali sampah seperti bahan plastik atau kertas menjadi plastik atau
kertas untuk digunakan kembali.
Zero waste adalah tentang bagaimana kita sesedikit mungkin
melakukan daur ulang karena kita telah memaksimalkan 3R yang sebelumnya.
Langkah terakhir dalam gaya hidup zero waste adalah [5] Rot, yaitu mengolah
menjadi kompos bahan-bahan yang bersifat organik, seperti kulit buah dan
bagian-bagian sayur, ikan dan tulang yang tidak dimakan. Perlu diingat kulit
buah tidak termasuk buah yang sebenarnya tidak punya kulit seperti apel dan
wortel karena pada kulitnya adalah kumpulan nutrisi yang menyehatkan badan.
Penulis memiliki beberapa catatan berdasarkan pengamatan
sehari-hari terkait kebiasaan dan sikap terhadap kebersihan.
Pertama, penulis mengamati bahwa kebersihan diri terkadang
kurang mendapat perhatian, termasuk oleh beberapa pelajar atau mahasiswa.
Misalnya, setelah makan lupa gosok gigi, buru-buru ke sekolah sehingga tidak
sempat mandi dan memakai seragam yang belum dicuci. Akibatnya guru di sekolah, teman sekelas
maupun supir angkutan merasa tidak nyaman saat berdekatan dengan kita. Disiplin
dalam diri masih kurang perhatian bahkan menjadi nomor yang terakhir.
Kedua, terkait kebersihan lingkungan, masih banyak orang,
termasuk mahasiswa, di rumah atau kost, pakaiannya yang kotor diletakkan tidak
beraturan. Hal ini dapat mendatangkan penyakit karena akan mengundang nyamuk,
yang kemudian berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
Kita atau masyarakat banyak yang memandang kebersihan
sebagai hal yang sepele. Ada bak sampah yang disiapkan terkadang tidak
dimanfaaatkan dengan baik dan membuang sampah sembarangan. Ketika ada angin,
sampah beterbangan kesana kemari. Bau
yang tidak sedap muncul dikarenakan sampah yang berserakan di sana sini.
Kesadaran belum tertanamkan dalam diri dan masyarakat kita. Poster-poster dan
slogan-slogan tentang kebersihan seringkali tidak terlalu berdampak positif.
Penulis juga mengamati bahwa pengaruh lingkungan sosial
terkadang menjadi faktor yang dominan
dalam mempengaruhi kelalaian
seseorang terhadap sampah. “Waah
si A saja buang sampah juga di situ, maka saya juga dah kata si B.” Itu
kadang-kadang yang terlontar dari siswa, mahasiswa atau masyarakat jika diminta
untuk tidak buang sampah sembarangan. Sifat ikut-ikutan yang latah ini
berlanjut dari hari kehari sehingga sampah sulit bisa ditangani dan terus
menumpuk dan menimbulkan aroma yang kurang sedap.
Sementara itu, di negara-negara maju, komitmen sosial warga
terhadap kebersihan sangatlah tinggi. Seperti pengalaman penulis saat
mendampingi suami ketika menempuh studi doktoralnya selama kurang lebih 4
tahun, tepatnya di Adelaide Australia Selatan.
Suasana kota bersih dan nyaman. Sampah sangat jarang kita
temui di jalan-jalan, mal-mal maupun tempat hiburan dan taman-taman kota yang
notabene banyak dikunjungi orang dengan membawa anak dan cemilan. Kebersihan kota ini bisa kita acungkan jempol. Kamipun menyesuaikan diri untuk disiplin
tidak membuang sampah sembarangan. Semua tempat selalu ada tanda buang
sampahnya dan tidak boleh merokok.
Tulisan ini penulis buat untuk menyadarkan kita semua agar
kita sama-sama mengingatkan diri dan lingkungan serta masyarakat kita, termasuk
juga generasi muda kita akan pentingnya kebersihan. Beberapa hari para kepala
daerah dan wakil kepala daerah provinsi, kabupaten dan kota akan segera
dilantik dan memulai mewujudkan visi dan misinya.
Penulis berharap para pemimpin daerah yang baru, termasuk di
Provinsi NTB dan Kabupaten Sumbawa memiliki komitmen kuat mewujudkan agenda
kebersihan zero waste yang meliputi pembangunan kesadaran untuk mewujudkan
kebersihan diri, kebersihan lingkungan, dan kebersihan dalam perspektif
religius. Sebagai warga, dari sekarang bagaimana kita memulai langkah ini dari
diri kita sendiri, terus lanjut pada lingkungan sekitar kita sehingga terwujud
sinergi dengan agenda pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Salam
semangat.
--------------