Joni rawan, S.Pd., M.Si
Joni rawan, S.Pd., M.Si
Online
Halo 👋
Ada yang bisa dibantu?

Puasa dan Korupsi

Puasa dan Korupsi

  • Diposting oleh : Joni Irawan
  • pada tanggal : 3/03/2025 05:55:00 AM

KORUPSI DAN PUASA - Karyudi Sutajah Putra bicara soal momentum pemberantasan korupsi di bulan Ramadan. 


Oleh: Karyudi Sutajah Putra Calon Pimpinan KPK 2019-2024

LIPUTANNTB.NET - Sebanyak 82 persen penduduk Indonesia beragama Islam.

Islam mewajibkan orang-orang beriman menjalankan puasa Ramadhan.

Tujuannya bertakwa (QS: Al Baqarah 183)

Setiap malam Ramadhan, masjid dan musala atau surau di semua wilayah Indonesia penuh sesak oleh umat Muslim shalat Tarawih.

Pun tadarus atau membaca kitab suci Al Quran.

Di sisi lain, Indonesia salah satu negara terkorup di dunia.

Bahkan mantan presidennya dinobatkan sebagai salah satu yang terkorup di dunia.

Jika sebelumnya orang terkaget-kaget dengan kasus korupsi puluhan triliun rupiah di Asabri dan Jiwasraya, kini orang terkaget-kaget dengan kasus korupsi di PT Timah yang merugikan keuangan negara hingga 300 triliun rupiah.

Belum reda keterkagetan terhadap kasus korupsi Asabri dan Jiwasraya, muncullah kasus korupsi yang lebih besar lagi dengan kerugian nyaris seribu triliun rupiah yang tentu saja lebih mengagetkan publik.

Kasus korupsi itu terjadi di PT Pertamina Patra Niaga, anak perusahaan Pertamina.

Modusnya diduga dengan cara mengoplos Pertalite dengan Pertamax yang kemudian dijual dengan harga Pertamax.

Sontak kepercayaan publik terhadap Pertamina langsung luruh.

Mereka beralih ke bahan bakar minyak produksi perusahaan asing. Yang rugi Indonesia juga.

Korupsi di sektor politik juga menggila.

Sejak pilkada langsung digelar tahun 2004 hingga kini sudah ada 400-an kepala daerah yang terlibat korupsi.

Sejak awal Reformasi hingga kini, sudah ada puluhan menteri yang terlibat KORUPSI.

Termasuk Menteri Sosial, Menteri Kesehatan, Menteri Pemuda dan Olahraga, bahkan hingga Menteri Agama. Bahkan tak cukup sekali.

Padahal mereka mengurus jiwa dan raga rakyat Indonesia. Itu di ranah eksekutif.

Di ranah legislatif, korupsi juga tak kalah gila.

Sejak awal era Reformasi hingga kini, sudah ada ratusan anggota DPR RI yang terlibat korupsi.

Sudah lebih dari 3600 anggota DPRD yang terlibat korupsi. Pun anggota DPD RI.

Bahkan di DPR dan DPD, korupsi menyentuh pucuk pimpinan, yakni Setya Novanto dan Irman Gusman.

Korupsi di ranah yudikatif juga terjadi.

Sejumlah Hakim Agung terlibat korupsi.

Pun dua mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) yakni Nurhadi Abdurrachman dan Hasbi Hasan.

Di Mahkamah Konstitusi (MK), korupsi juga menyentuh pucuk pimpinan, yakni Akil Mochtar.

Sebagian besar pelaku korupsi itu, mohon maaf, adalah Muslim. Bahkan Muslim taat.

Ini tentu saja terkait dengan kondisi demografi, di mana 82 persen penduduk Indonesia adalah Muslim.

Kesalehan Individual vs Kesalehan Sosial.

Pertanyaannya, mengapa banyak kasus korupsi di Tanah Air yang mayoritas penduduknya Muslim?

Patut diduga banyak diantara kita yang Muslim tidak melaksanakan ajaran agamanya dengan benar.

Banyak diantara mereka yang baru sebatas memiliki kesalehan individual, namun tak memiliki kesalehan sosial.

Mereka rajin shalat, bahkan pergi umrah dan haji tak cukup sekali.

Adapula yang menggunakan uang korupsi untuk berhaji.

Mereka tak punya kesalehan sosial.

Jika punya kesalehan sosial, tentu mereka tak akan tega melakukan korupsi.

Sebab korupsi berarti mengambil hak orang lain alias mencuri.

Banyak rakyat yang dirugikan gegara pejabatnya korupsi.

Inilah tantangan nyata bagi bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim.

Bagaimana membumikan ajaran Islam?

Islam jangan sampai kehilangan nilai-nilai praksisnya.

Ajaran Islam jangan sampai cuma dilafazkan saja.

Ajaran Islam jangan sampai hanya dipraktikkan di rumah, masjid, atau musala saja.

Ajaran Islam juga harus dipraktikkan di kantor dan tempat-tempat kerja, sehingga tidak melakukan korupsi.

Dalam hukum Islam, korupsi itu seperti mencuri, yang hukumannya adalah potong tangan, bahkan sampai hukuman mati.

Sebab itu, hukuman berat sampai hukuman mati harus diterapkan kepada koruptor.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat rata-rata hukuman bagi koruptor di Indonesia adalah 3,5 tahun penjara.

Jika dikurangi dengan remisi, hukuman itu rata-rata hanya dua tahun saja.

Itulah yang membuat koruptor tak pernah jera. Calon koruptor pun tak pernah takut.

Padahal tujuan dari pemidanaan korupsi adalah menciptakan efek jera atau deterrence effect bagi pelakunya dan menciptakan terapi kejut atau shock therapy bagi calon pelakunya.

Kini sudah saatnya bagi Indonesia untuk menerapkan hukuman mati bagi koruptor.

Di China, misalnya, korupsi 50 juta rupiah saja bisa dihukum mati.

Saat ini adalah bulan suci Ramadhan yang penuh ampunan.

Saat ini adalah bulan suci Ramadhan yang penuh ampunan.

Saatnya bagi koruptor yang sedang mendekam di penjara atau mereka yang baru keluar dari penjara untuk bertobat.

Taubatan nasuha, yakni tobat yang benar-benar tobat dan untuk yang terakhir, tak akan mengulangi lagi perbuatan maksiat bernama korupsi.

Bagi mereka yang berniat korupsi, seharusnya mengurungkan niatnya di bulan Ramadhan ini.

Minimal melakukan moratorium selama Ramadhan. Senyampang setan-setan sedang dibelenggu.

Apalagi tujuan puasa adalah menjadi hamba yang bertakwa, melaksanakan segala perintah Allah, dan meninggalkan segala larangan-Nya.

Bila mencermati kasus korupsi di Pertamina Patra Niaga yang terjadi sejak 2018-2023, patut diduga selama Ramadhan di tahun-tahun tersebut, para tersangka korupsi itu tak pernah melakukan moratorium.

Ramadhan pun mereka langgar.source tribunnews

Berbagi

Posting Komentar