Menurut Erick, tidak semua pembayaran subsidi menggunakan dolar AS, kecuali sebagian. Hal ini untuk mempermudah BUMN saat ingin membayar impor minyak.
“Kemarin dengan ESDM dan Bu Menkeu, dan Bu Menkeu sangat-sangat suportif ketika kami mengusulkan mungkinkah subsidi, kompensasi, itu sebagian menyelesaikan dengan sistem pembayaran tidak hanya rupiah tapi dolar AS, dibandingkan kami mencari dolar sendiri,” ujar Erick di kantornya, Senin (5/5).
Langkah tersebut, kata Erick, sekaligus untuk membantu memperkuat nilai tukar rupiah. Sebab, PLN dan Pertamina sebagai perusahaan yang menerima penagasan tidak perlu membeli dolar AS dan bisa memanfaatkan simpanan negara.
“Toh kita semua sebuah keluarga besar, apakah BI, apakah Kemenkeu, apakah Pertamina, apakah PLN, kan kita keluarga besar bangsa Indonesia. Ibu Menkeu sangat responsif. Nah, ini salah satunya kita menjaga juga agar nilai tukar tidak ditekan dan kita juga menjaga bagaimana kesehatan BUMN-BUMN,” jelasnya.
Mengutip laman Kementerian Keuangan, anggaran subsidi energi dan kekayaan dialokasikan sebesar Rp394,3 triliun dalam APBN 2025. Angka ini naik 1,91 persen dibandingkan realisasi APBN 2024 yang sebesar Rp386,9 triliun.
Subsidi energi ini terdiri dari:
- Subsidi BBM: Rp26,7 triliun
- Subsidi LPG 3 kg: Rp87 triliun
- Subsidi listrik: Rp89,7 triliun
- Kompensasi: Rp190 triliun, sumber : cnnindonesia