Diskusi antara mahasiswa dan buku bukan sekadar kegiatan membaca, melainkan ruang refleksi, pertukaran gagasan, dan penyemaian nilai-nilai kehidupan.
Inilah yang kembali dihadirkan dalam Diskusi Buku Favorit Mahasiswa—sebuah ruang di mana ide-ide tumbuh, suara-suara muda bersuara, dan literasi menjelma menjadi gerakan yang hidup.
STKIP Paracendekia NW Sumbawa kembali melaksanakan agenda rutinnya, Diskusi Buku Favorit Mahasiswa, pada Sabtu, 10 Mei 2025.
Kegiatan ini turut dihadiri oleh Ketua STKIP Paracendekia NW Sumbawa, Prof. H. Iwan Jazadi, S.Pd., M.Ed., Ph.D., Pembantu Ketua III Bidang Kemahasiswaan, Irfan Hamonangan Tarihoran, S.S., M.Hum., Ketua Ormawa STKIP Paracendekia NW Sumbawa, Ketua BEM Universitas Teknologi Sumbawa, serta seluruh mahasiswa Green Campus.
Dalam kesempatan ini, tiga pembicara menyampaikan ulasan mereka terhadap buku yang telah dibaca, yaitu Ayu Diah Safitri, Imron Rosyadi, dan Baiq Lili Royani.
Pembicara pertama adalah Ayu Diah Safitri, mahasiswi semester 2 Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris. Mahasiswi yang akrab disapa Ayu ini membahas buku fiksi karya Tere Liye yang berjudul "Teruslah Bodoh, Jangan Pintar".
Buku ini mengangkat isu-isu sosial seperti korupsi, ketidakadilan, dan kerusakan lingkungan. Meskipun judulnya terdengar sarkastik dan provokatif, buku ini tidak mengajak pembaca untuk menjadi bodoh, melainkan mengingatkan agar tidak menyombongkan kepintaran.
Ayu menjelaskan bahwa orang yang merasa pintar sering kali justru menyalahgunakan kepintarannya untuk melakukan tindakan tidak terpuji. Buku ini membuka wawasan agar masyarakat lebih peka terhadap kerusakan yang terjadi di sekitar mereka.
Ia menyimpulkan, “Teruslah merasa bodoh sampai Anda merasa tidak cukup dengan pengetahuan yang Anda punya. Sebaliknya, jangan pintar jika itu membuat Anda sombong dan merasa cukup sehingga tidak mau menerima dan mencari pengetahuan baru.”
Pembicara kedua, Imron Rosyadi, merupakan mahasiswa semester 6 Program Studi Pendidikan Matematika. Ia membahas buku nonfiksi berjudul "Anak Kusir Jadi Doktor," karya Prof. H. Iwan Jazadi. Buku ini mengisahkan perjalanan hidup penulis yang berasal dari keluarga kurang mampu dan berhasil meraih gelar doktor melalui semangat belajar dan strategi yang tepat.
Imron menyampaikan bahwa buku ini memberikan motivasi kuat untuk terus berjuang, tanpa menjadikan keterbatasan sebagai penghalang. “Kesimpulan yang dapat diambil dari kisah anak kusir yang menjadi doktor adalah tentang sebuah motivasi, yaitu memanfaatkan kelebihan yang ada di tengah keterbatasan. Jangan jadikan keterbatasan sebagai alasan untuk berhenti bermimpi setinggi-tingginya,” ujar Imron.
Pembicara terakhir adalah Baiq Lili Royani, mahasiswi semester 6 Program Studi Pendidikan Matematika. Lili membahas buku nonfiksi berjudul "Loving the Wounded Soul" karya Regis Machdy. Buku ini membahas alasan dan tujuan mengapa depresi hadir dalam kehidupan manusia.
Materi ini menarik perhatian mahasiswa karena mengangkat isu kesehatan mental yang kerap diabaikan. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa depresi tidak boleh disamakan dengan kegilaan, seperti stereotipe yang berkembang di masyarakat.
Depresi bisa dialami oleh siapa saja karena berbagai faktor, seperti lingkungan sosial dan keluarga. Lili menyampaikan, “Stres menjadi bermakna tergantung bagaimana cara kita meresponsnya. Mencintai dan berdamai dengan diri sendiri adalah bentuk menjaga kesehatan mental yang paling berdampak.
Depresi sebagai gangguan mental tidak seharusnya dihakimi sebagai penyakit yang menyeramkan, melainkan harus dipandang sebagai sinyal bahwa seseorang sedang terluka dan tidak baik-baik saja, sehingga membutuhkan pertolongan.”
Diharapkan kegiatan positif seperti Diskusi Buku Favorit Mahasiswa ini terus diselenggarakan secara konsisten karena sangat membantu dalam menambah wawasan dan meningkatkan angka literasi, khususnya di wilayah Sumbawa.
Saat penutupan acara, Prof. Iwan Jazadi berpesan tentang bagaimana menjalani umur biologis dan umur peradaban secara bersamaan. "Peradaban 1000 tahun yang lalu akan kita jalani hanya dengan membaca," tutupnya.
Penulis: Hikma Wulandari, mahasiswa semester 6 Prodi Pendidikan Bahasa Inggrid
Editor: Amri (Humas)