![]() |
KPK menduga ada pengondisian yang membuat harga pengadaan EDC menjadi lebih mahal dari seharusnya. |
LIPUTAN NTB — Komisi Pemberantasan Korupsi menyita uang dan aset dengan nilai total mencapai Rp 33,3 miliar dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture di lingkungan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI. Penyitaan dilakukan setelah tim penyidik menggeledah tujuh lokasi berbeda di Jakarta dan sekitarnya.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyatakan, upaya paksa tersebut dilaksanakan selama dua hari, yakni pada Selasa dan Rabu (1-2/7/2025). Tim penyidik menggeledah lima rumah tinggal dan dua kantor yang diduga terkait dengan perkara ini.
”Dari penggeledahan ini, KPK mengamankan dan menyita barang bukti yang diduga punya keterkaitan secara langsung dengan perkara tersebut,” ujar Budi lewat keterangan tertulis, Kamis (3/7/2025).
Secara rinci, tim penyidik KPK menyita uang sebesar Rp 5,3 miliar yang tersimpan di sebuah rekening bank swasta dan diduga kuat merupakan bagian dari fee atau komisi atas proyek pengadaan electronic data capture (EDC). Untuk kepentingan penyidikan, uang tersebut kini telah dipindahkan ke rekening penampungan milik KPK.
![]() |
Mesin electronic data capture (EDC) di Stasiun Jakarta Kota tidak dilengkapi petunjuk penggunaan mesin. |
Tidak hanya itu, penyidik juga menyita sebuah bilyet deposito yang nilainya mencapai Rp 28 miliar. Selain uang dan deposito, turut diamankan pula berbagai dokumen dan barang bukti elektronik yang dinilai relevan untuk membongkar kasus ini lebih dalam.
Seluruh barang bukti yang telah diamankan tersebut selanjutnya akan dianalisis dan divalidasi oleh tim penyidik. Temuan ini diharapkan dapat memperkuat pembuktian dan melengkapi berkas perkara dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara tersebut.
Dari penggeledahan ini, KPK mengamankan dan menyita barang bukti yang diduga punya keterkaitan secara langsung dengan perkara tersebut.
Untuk diketahui, pengadaan EDC di lingkungan BRI memakai total anggaran mencapai Rp 2,1 triliun. Sebanyak Rp 700 miliar di antaranya diduga sebagai kerugian negara. Budi menyebut, ada pengondisian melalui perantara atau modus tertentu yang membuat harga pengadaan EDC menjadi lebih mahal dari seharusnya.
”Misalnya, nilai wajarnya (EDC) sekian. Kemudian dilakukan pengondisian melalui perantara atau modus-modus lainnya sehingga harga perolehannya menjadi lebih mahal atau lebih tinggi dari yang seharusnya bisa dilakukan,” tuturnya.
![]() |
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (21/5/2025). |
Hingga kini, KPK telah mencekal 13 orang ke luar negeri karena keterangannya dibutuhkan dalam penyidikan. Mereka berinisial CBH, IU, DS, MI, AJ, IS, AWS, IP, KS, ELV, NI, RSK, dan SRD.
Khusus inisial IU merujuk pada Indra Utoyo, Direktur Allo Bank yang sempat menjabat Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI. Ada juga CBH yang merujuk pada Catur Budi Harto, eks Wakil Direktur Utama BRI.
Patuhi regulasi
Direktur Utama BRI Hery Gunardi mengatakan, pihaknya menghormati langkah KPK yang saat ini tengah mengusut dugaan korupsi pengadaan pada periode 2020-2024. Sebagai bank badan usaha milik negara (BUMN), BRI akan selalu mematuhi regulasi dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG).
”Kami sepenuhnya juga mendukung penegakan hukum oleh pihak berwenang sesuai perundang-undangan yang berlaku dan kami akan selalu terbuka untuk bekerja sama. Kami akan terus menjaga seluruh kegiatan berjalan sesuai dengan standar operasional perusahaan, prinsip GCG, serta peraturan dan perundang-undangan yang berlaku,” katanya dalam keterangan resmi, Selasa (1/7/2025).
![]() |
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Hery Gunardi |
Meski KPK tengah mengusut adanya dugaan korupsi pengadaan mesin EDC tersebut, Hery menegaskan, seluruh operasionalisasi dan pelayanan BRI kepada nasabah dipastikan tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Ke depan, ia menambahkan, BRI akan berfokus untuk memperkuat aspek bisnis, tata kelola dan manajemen risiko, serta operasionalisasi. Ini dilakukan dengan semangat BRIvolution 3.0 untuk menjadi ”The Most Trusted Lifetime Financial Partner for Sustainable Growth” pada tahun 2029 serta sejalan dengan koridor Astacita pemerintah.
Kami tetap fokus pada penguatan fundamental, mulai dari sisi pendanaan, penyaluran kredit yang berkualitas, peningkatan kapabilitas digital, penerapan manajemen risiko yang memadai, hingga pengembangan sumber daya manusia,” ujar Hery. Sumber artikel Kompas.id